Tentu tak seorangpun di dunia .ini yang ingin rumah tangganya hancur,
dan tiada pula yang bersedia untuk saling tukar suami dengan
tetangganya, tetapi semua ini kualami sendiri. Dua tahun lamanya aku
hidup dengan suami yang lain dan kedua suamiku itu masih bersaudara.
Namaku Sri, saat kejadian itu usiaku belum genap 25 tahun dan baru
memiliki anak satu yang duduk di TK.
Sebagai ibu rumah tangga
yang ingin membantu suami aku mencari tambahan penghasilan dengan
menerima jahitan dari ibu-ibu tetangga dan para remaja putri.
Semula
memang hanya beberapa orang yang datang, namun belum genap satu tahun
usaha itu sudah berkembang pesat, sehingga aku perlu merekrut tiga orang
tenaga penjahit. Aku hanya membuatkan polanya sedang mereka tinggal
menjahitnya. Dan pelangganku semakin hari semakin bertambah banyak,
karena aku selalu berusaha menjaga mutu hasil kerjaku.
Suamiku,
bernama Rusdi, orangnya ganteng seperti Dede Yusuf dan seorang pekerja
keras, ia seringkali dimintai oleh orang untuk memborong bangunan rumah
dan kadang di minta oleh perusahaan kontraktor hingga ke luar daerah.
Kehidupan
kami berjalan dengan harmonis, tak pernah terjadi cekcok yang berarti.
Setiap masalah dapat kami selesaikan dengan baik, tanpa menimbulkan
kericuhan.
Selain itu suamiku juga memiliki saudara misan yang
rumahnya berdekatan dengan rumahku, namanya Pajang. Orangnya sangat baik
dan penuh perhatian kepada saudara, usianya sebaya suamiku. Ia telah
memperistri seorang wanita cantik dan berkulit putih bersih namanya
Maryamah dan juga baru mempunyai seorang anak yang sebaya pula dengan
anakku.
Mas Pajang merupakan sosok yang dihormati oleh
masyarakat, karena kemampuannya yang dimiliki maupun status sosial yang
disandangnnya. Lebih dari itu ia juga merupakan seorang lelaki yang
kharismatik dan dapat menimbulkan kekaguman.
Di tempat
tinggalnya hanya suamikulah satu satunya kerabat dekatnya, sehingga tak
jarang ia bertandang ke rumah, meski suamiku sedang tak di rumah, Dan
entah mengapa setiap ia ke rumah aku seringkali mencuri pandang
kepadanya. Suamiku memang seorang yang tampan, namun bagiku Mas Pajang
memiliki kelebihan lagi. Selain ganteng dan bentuk tubuhnya yang atletis
juga wajahnya menyinarkan kewibawaan, sehingga menatapnya berlama lama
dapat membuat hatiku berdebar debar. Suamiku memang jarang di rumah,
sebagai pasangan muda aku memang sering kesepian terutama jika ia sedang
berada di luar daerah sampai berminggu-minggu. Sehingga kehadiran Mas
Pajang dapat menjadi hiburan tersendiri bagiku. Lelaki ini kalau sedang
berbicara seakan-akan aku dibawanya mengarungi khayalannya.
Kepandaiannya bercerita dan membuat suasana menjadi segar memang
merupakan salah satu kekagumanku kepadanya.
Istrinya hampir
sepanjang siang hari berada di pasar berjualan di tokonya maka sepulang
dari dinas ia akan lebih banyak menghabiskan waktunya di rumahku sambil
membawa anaknya yang langsung bermain dengan anakku.
Barangkali,
karena seringnya pertemuan itu semakin lama jika sehari saja ia tidak
mengunjungiku timbul perasaan kangen yang tak tertahankan. Namun tentu
perasaan semacam ini kusimpan rapat rapat di hatiku, dan kukira ia juga
merasakan hal yang sama, karena aku dapat menangkap sinar matanya yang
seperti mengharapkan sesuatu dariku. Dan ia seringkali mengeluhkan
dirinya. " Rumah tanggaku ini aneh, seharian tak pernah ketemu, kalau
malam sudah sama sama mengantuk, jadi ya lantas tidur sendiri-sendiri,
dua tahun belakangan ini kami jadi jarang berbincang-bincang. Ibunya
Novi sudah sibuk dalam dunianya sendiri, ia terlalu asyik mencari uang,
seakan akan uang lebih penting dari rumah tangganya..."
Jika
sudah demikian aku akan bersikap sebagai pendengar yang baik, selain
memperhatikan apa yang dikeluhkan dan aku seringkali malah memberi
nasehat kepadanya. Hubunganku dengan Mas Pajang semakin terasa aneh,
kami seakan akan sudah saling membutuhkan namun tak pernah terucap hal
hal yang menjurus ke arah itu.
Sampai suatu hari aku sedang ke
pasar naik motor sendiri, sepulang dari belanja kulihat diperempatan
terjadi sebuah kecelakaan. Ternyata setelah aku melihatnya korban
kecelakaan adalah Mas pajang, motornya menabrak beca yang sedang
diparkir, dalam usahanya menghindari benturan dengan truck yang melaju
kencang. Melihat kenyataan itu aku jadi panik sendiri, cepat cepat aku
memberikan pertolongan. Dibantu orang lain aku menggotong tubuhnya ke
pinggir jalan raya. Saat itu aku tak dapat menahan air mataku, dan
kugoncang goncang tubuhnya sambil terus menerus memanggil namanya. Tak
lama ia membuka mata dan merintih, mengetahui aku masih merangkul
lehernya Mas Pajang malah memelukku. Meski dalam keadaan demikian hatiku
berdesir saat terasa tangannya memilin milin lenganku.Untung saja tak
ada orang yang memperhatikan adegan yang hanya berlangsung beberapa
detik itu, tetapi karuan saja telah membuat wajahku menjadi jengah.
Maka
segera aku membawanya ke rumah sakit dengan . menyewa mobil angkutan
yang kebetulan lewat. Sepanjang jalan kepalanya berada di pangkuanku,
sehingga darah yang meleleh dari 1uka di siku dan kepalanya mengotori
rok spanku. Biasanya aku sangat ngeri melihat darah, namun entah mengapa
saat itu malah sebentar sebentar aku menghapus darah dengnan sapu
tangnanku dengan perasaan kasih sayang. Seakan apa yang selama ini
kurasakan kepadanya seperti telah mendapatkan salurannya. Sesekali tanpa
sadar aku malah membelai rambutnya dan rintihan yang keluar dari
bibirnya semakin membuat hatiku terpaku kepadanya.
Tangannya
memegangi lenganku erat erat dan kadang kurasakah kepalanya didesakkan
ke dadaku, dan aku hanya dapat berkata:" Bertahanlah, sebentar lagi kita
akan sampai di rumah sakit.. .."
" Aku tidak memikirkan rumah
sakit....; aku hanya memikirkan dirimu...." ujarnya pelahan sekali
seperti sebuah -bisikan. Aku hanya meremas jari tangannya sebagai
ungkapan perasaanku saat itu.
Saat di rumah sakit dokter
menyatakan kondisi Mas pajang tidak terlalu berbahaya dan dapat berobat
jalan. Tapi yang mengherankan ia malah minta rawat tinggal saja,
alasannya ia masih ketakutan dan jika terjadi apa apa di rumah sakit
lebih cepat ditangani dari pada di rumah. Tentu saja pihak rumah sakit
langsung setuju,karena mendapatkan tambahan pasien. Aku hanya diam saja
tak mengerti, namun saat telah berada di Zal aku bertanya. " Bagaimana,
sih..... orang dokter bilang boleh pulang kok malah ingin diop name... "
Kulihat ia hanya tersenyum dan kemudian meraih tanganku.
"
Kapan lagi aku dapat berdua seperti ini kalau tidak di rumah sakit,
anggap saja aku tidak sedang berada di rumah sakit, namun di hotel....."
Meski akupun mempunyai perasaan sama seperti dirinya, namun
menyadari cara yang dipergunakan ini sungguh membuatku jadi tersenyum
sendiri. Ia benar, di rumah sakit ini memang seperti hotel karena ia di
rawat di kelas VIP yang hanya dipakai oleh satu orang pasien saja, dan
di ruangan ber AC ini juga disediakan sebuah pesawat TV berikut VCD nya.
.
Ia meraih leherkku dan melumat bibirku lama sekali, dan
kubalas dengan tidak kalah dashsyatnya sehingga aku seperti tak sanggup
berdiri lagi, dan baru berakhir ketika perawat mengetuk pintu kamar
mengantarkan obat.
"Aku harus pergi dahulu, mengurusi motormu
dan memberitahu kepada mbak Mar.. .." kataku saat Suster meletakkan obat
di meja kecil di dekat bednya.
Ia hanya mengangguk. " Nanti
malam kau harus datang menjengukku..." " Tentu.." balasku seraya pergi,
Aku melangkah di koridor dengan perasaan bercampur aduk tak karuan.
Kcjadian barusan ini sangat mengesankan sekali, meski aku tak dapat
mengusir perasaan kuatir yang tetap berada di sudut hatiku.
Scperti
pada umumnya scorang perempuan, saat kuberitahu Maryamah langsung
panik. Tokonya segera ditutup, akupun membantunya sambil menjawab setiap
pertanyaannya yang bcrhubungan dengan keadaan suaminya.
"
Untung kau sedang lewat, jika tidak siapa yang mengurus suamiku....
terima kasih ya dik, aku sangat berhutang budi kepadamu...."
"
Sudahlah... Jangan bicara saja...kau harus segera ke rumah sakit...!"
Aku memandangi wajah perempuan cantik ini dengan berbagai perasaan.
Entah mengapa Mas pajang tertarik kepadaku, padahal istrinya wajahnya
lebih manis dan juga cantik. Memang aku lebih ceria dan postur tubuhku
yang tinggi semampai, dibanding dengan Maryamah
Siang itu
Maryamah ke rumah sakit sendirian, dan aku langsung pulang. Di rumah aku
jadi aku tak dapat memincingkan mata seperti orang bingung, rumah yang
berantakan aku biarkan karena aku tak berselera lagi melakukan. Oleh
karenanya aku hanya tidur tiduran saja di kamar,dan semua pekerjaan
kuserahkan kepada anak buahku. Berkali kali aku ingin mengusir bayangan
demi bayangan kejadian yang kualami. Namun yang terjadi justru
sebaliknya, dan rasanya tak sabar lagi aku ingin segera berangkat ke
rumah sakit. Hanya saja aku masih dihantui pertimbangan pertimbangan
lain yang juga sangat kuat yaitu aku melanggar norma-norma kesusilaan.
Dan
alangkah beruntungnya aku rupanya setan memuluskan kehendak nafsuku
sehingga belum jam 5 sore Maryamah ke rumahku, ia minta aku mau menemani
menunggu suaminya nanti malam. Tentu bagiku hal itu seperti pucuk di
cinta ulam tiba, tak perlu dua kali ia memintaku langsung aku berkemas
kemas setelah menitipkan anakku kepada anak buahku dan berpesan agar
mereka tidur di rumahku saja.
Hampir . semalam suntuk aku tidur
ditikar, karena hanya tersedia sebuah ranjang untuk seorang penunggu.
Hatiku sungguh tersiksa, jika pandangan mataku beradu dengan Mas Pajang.
Ia seperti mengundangku agar mendekat tetapi apa daya aku tak berani
mendekat meski istrinya telah mendengkur sejak jam sepuluh. Dan malam
itu tak terjadi apa apa, kecuali kami hanya melempar senyum penuh arti.
Namun sebelum jam 4 Maryamah membangunkan aku, padahal aku baru mau tertidur. .
"
Dik Sri, aku mau ke pasar dulu, karena ada dagangan yang dikirimkan
nanti jam 5, jika kesiangan sedikit mobilnya tak bisa masuk. Kamu di
sini dulu ya, nanti kalau dokter perintah apa apa cepat hubungi saya.
Dan: ini kutinggali uang sedikit untuk keperluan apa apa nanti....."
Aku
pura pura tertidur lagi setelah ia menyerahkan uang ke tanganku, dan
Maryamah segera meninggalkan aku. Aku merasa perlu melihat Istri Mas
Pajang apakah benar benar telah meninggalkan rumah sakit, setelah aku
yakin benar cepat cepat cepat aku masuk ke ruangan lagi.
" Kuncilah pintunya....!" kata Mas pajang saat aku menutup pintu kembali.
"
Memangnya kenapa ...?" tanyaku pura pura dan terus memutar kunci pintu.
Kulihat ia bangkit dari tidumya, dan tangannya mengembang, dan aku
segera menghambur ke pelukannya. " Ih bau..!" ujarku menghindari
ciumannya. Ia hanya tertawa saja sambil terus mengusap punggungku. Meski
dalam keadaan setengah mengantuk, namun rangsangan itu cepat menjalar
ke seluruh tubuhku. Tangannya meraba pinggul, terus menyusup ke balik
daster dan tanpa basa basi lagi jari tangannya menyusup ke pangkal
pahaku dan menimbulkan geletaran nikmat yang luar biasa.
Hampir
sebulan terakhir ini suamiku tak pemah menyentuhku karena harus ke 1uar
daerah mengerjakan proyek. Mulutku meracau seperti kesetanan dan
kurasakan dorongan dalam tubuhku untu segera ingin mencari jalan
pelepasan.
Tanpa kesulitan ia melepas segi tiga pengamanku dan
aku membantu dengan menggerakkan pantatku untuk memudahkan usahanya.
Badan mas Pajang
Merapat ke badanku, dan penisnya menempel di belahan pantatku yang montok.
Jemarinya
semakin nakal memainkan puting buah dadaku. Terus mengelus turun ke
sela-sela paha ku dan jari-jarinya memainkan vagina ku. Setelah 5 menit,
tampak tubuh
Ku mulai bergetar, tanda-tanda bahwa aku sangat
terangsang. Mas Pajang bangkit dari pembaringan dan mendorongku agar
berbaring di ranjang satunya dan menelentang di melintang dengan kaki
tetap tergantung di tepinya dengan semua letupan birahi yang semakin
tidak tertahankan.
Setelah membaringkan tubuhku, Mas Pajang
meneruskan rangsangannya. Bibirnya terus mencium seluruh tubuh ku. Bau
parfum yang kupakai membuat nafsunya semakin tidak tertahankan lagi.
Bibir dan lidahnya menyerbu bibir vagina ku. Mas Pajang terkesan sekali
dengan.
Jembutku yang tertata.rapi dan berbau wangi setelah
melihat vagina ku mulai terangsang hebat. Tubuhku menggeliat-geliat
setiap sapuan lidah mas Pajang memutar-mutar klitorisnya. Pantatku naik
turun seakan ingin lidah Mas Pajang tertancap lebih dalam.
“Eeeemmm….”Desah ku penuh kenikmatan.
“Ini saatnya.” Mas Pajang dengan buru-buru lalu naik ke atas ranjang , mengambil posisi di sela paha ku
Mas
Pajang mengkonsentrasinya pada penisnya yang sudah berdiri tegak.
Urat-urat penisnya semakin membesar, pertanda sudah sangat siap untuk
melakukan penetrasi. Kepala penis Mas Pajang yang mirip jamur raksasa
berwarna hitam itu kini sudah berada di bibir vagina ku. Bibir vagina ku
yang sudah basah karena cairan itu merekah saat kepala penis Mas Pajang
mulai membelah masuk. Mas Pajang mengatur napasnya. Perjuangannya untuk
menembus vagina ku satu ini ternyata cukup sulit. Diameter penisnya
terlalu besar untuk vagina kuu. Baru kepala penisnya yang mampu masuk.
“Aaaaah…seret
juga milikmu, sayang. penis suamimu payah rupanya. Tahan sedikit ya.
Aku akan beri kenikmatan hebat…” bisik mas Pajang pada telingaku.
Di lingkarkannya tangan gempal mas Pajang pada pantat montok ku.
Dadanya bersandar pada dua payudara ku. Dan dengan hentakan keras, dibantu tekanan tangannya, penis mas Pajang melesak masuk.
“Eeeeemmmphmm,…mm..mm.”Desah ku sambil merem melek.
Hentakan
tadi rupanya membuat sensasi luar biasa. Mas Pajang pun merasa nikmat
luar biasa. Dibanding milik istrinya, milik ku masih lebih legit.
Mungkin karena aku pandai merawat diri,
“Plok…plok…plok…plak…plak…plak..” suara perut mas Pajang bertemu kulit putih ku.
Sesekali
Mas Pajang menelan ludahnya sendiri melihat batang besarnya yang hitam
pekat keluar masuk vagina ku yang putih mulus. Kontras, menimbulkan
sensasi yang luar biasa.
“Ooooh…Mas.” aku mengeluh panjang.
Tubuhku mengejang hebat. Orgasme melanda ku. Terasa cairan hangat mengalir deras membasahi batang penis mas Pajang.
Mas Pajang mengejamkan matanya menikmati sensasi hebat ini. Ia sengaja membiarkan aku menggelinjang dalam orgasmenya.
“Sekarang
saatnya,sayang. Jurus entotan mautku. isteriku sendiri tidak bisa
tahan…”Bisik mas Pajang sambil tersenyum setelah melihat orgasmeku sudah
reda.
Mas Pajang mulai mempercepat genjotannya. Naik turun tanpa lelah.
Pantat
ku pun mengikuti irama genjotan mas Pajang. Sesekali sengaja dia tarik
penisnya hingga hanya menyisakan kepalanya. Membuat pantat ku terangkat
seakan tidak rela barang besar itu keluar dari vagina ku.
Mas Pajang menarik tubuh ku hingga mengubah posisi menjadi duduk.
Sambil
memeluk pinggul ku, dan mas Pajang meneruskan sodokannya. Aku pun tak
mau kalah mengimbangi dengan meliuk-liukkan pinggulku. Gerakan pantat ku
membuat penis mas Pajang itu seperti diremas-remas.
Karena hasratku yang sudah memuncak. Aku mendorong mas Pajang rebah. Dan kini aku mengambil kendali dengan liarnya.
Rambut panjangku terurai berkibar-kibar. Peluhnya membuat kulit putihku seakan mengkilap.
Mas
Pajang tersenyum dan menikmati itu sebagai pemandangan yang begitu
erotis. Dua tangannya meraih dua payudara ku yang terayun turun naik.
Meremasnya
dengan gemas. Sesekali tubuhnya terangkat untuk memberi kesempatan
bibirnya mengulum dua puting ku yang menggoda itu. Aku mengerang dengan
hebatnya. Sebuah percumbuan yang hebat ini mungkin baru kali ini aku
alami seumur hidup ku
“Ooooohh….ooohh…uuuggh.Mas….aaaaah…Mas
…aaaah” aku semakin meracau tak karuan. Tubuhku mulai tak kuasa kembali
menahan kent*tan dahsyat ini. Aku terus meliuk di atas tubuh mas Pajang.
Pantatku mengayun dengan irama yang semakin kacau. Dan, kedua tangan
mas Pajang memegang rambut panjangku.
“Bagus, sayang…terus
goyang…aaah…aaaah..kita sampai bareng, sayangku….hhhhmmpphh..”Mas Pajang
pun merasakan penisnya mulai berkedut.
Sambil mencengkram keras
pinggul ku. Mas Pajang membantu mempercepat kocokan dari bawah. Tubuh
Mas Pajang mulai menegang. Dan sambil bangkit mendekap ku, mas Pajang
mengeluh keras sambil tetap memeluk diriku,
Kemudian semua
berlangsung dalam kebisuan, hanya napas yang terputus putus dan rintihan
kenikmatan yang terdengar. Tubuhku terguncang oleh gelombang birahi
yang menggelora. Mas Pajang tetap dalam posisi dibawahku sambil terus
meremasi pinggulku yang bergoyang dengan dahsyatnya. Hingga semua
menjadi senyap, dan membeku dalam kelelahan yang memabokkan.
"
Kita telah berbuat dosa, bagaimana jika suamiku mengetahui hal ini...?"
tanyaku tiba tiba aku menyesali perbuatan yang seharusnya tidak boleh
terjadi ini.
Mas pajang hanya memandangiku dengan tajam, " Aku akan menikahimu...."
" Bagaimana dengan istrimu ....?"
"Itu
soal nanti, sekarang kita lakukan saja apa yang kita mau....." Kemudian
ia melakukan lagi setelah beristirahat hanya lima menit. Inilah yang
bagiku sangat luar biasa, karena Mas Pajang benar benar seperti seekor
banteng ketaton. Dan diriku dibuatnya tidak berkutik untuk melakukan
perlawanan, karena aku telah terkulai saat ia masih beringas dan buas
menerkam tubuhku, seakan akan hendak mencabik cabik seluruh dagingku .
Selajutnya
kejadian seperti itu berlanjut terus, hingga beberapa bulan lamanya.
Karena rumah kami saling berdekatan maka tak ada orang yang curiga,
apalagi setiap hari istrinya berada di pasar maka aku dapat leluasa ke
rumahnya kemudian melakukan permainan yang amat mengasikkan itu di
rumahnya.
Tetapi sepandai pandai menyimpan bau busuk akhimya
aromanya akan tercium pula. Bisik bisik tetangga muilai terdengar
menyaksikan ketidak wajaran hubungan kami. Maka untuk menghindari segala
kemungkinan buruk yang mungkin akan terjadi, kami berkencan hotel yang
agak terpencil letaknya.
Sementara itu suamiku juga jarang di
rurnah, menurutnya mendapatkan pekerjaan di sebuah tempat yang agak jauh
dari rumah, sehingga ia sering menginap. Tentu saja hal ini malah
menjadikan diriku semakin tenggelam dalam perselingkuhan dengan saudara
misannya sendiri.
Hingga suatu hari aku dibuat terkejut saat
baru keluar dari hotel dengan Mas pajang. Seorang familiku menyongsongku
di pinggir jalan, selain ia menyesalkan apa yang telah kuperbuat dengan
Mas Pajang ia juga memberitahu bahwa suamiku juga sedang berada di
hotel sebelah dengan Maryamah. Tak ada kata kata yang dapat mewakili
perasaanku pada waktu itu. Dan singkat cerita kasus ini langsung menjadi
masalah besar.
Keibutan tak dapat dihindari lagi, dan ternyata
suamiku dan Maryamah telah mengetahui perselingkuhanku sejak beberapa
waktu lamanya, dan hal ini sengaja dilakukan oleh Maryamah dan Suamiku
guna membalas sakit hatinya, Maryamah pula yang menunjukkan kepada
suamiku di mana kami biasa melakukan perselingkuhannya.
Akhirnya
kami sepakat untuk bercerai, Maryamah menikah dengan mantan suamiku dan
aku menikah dengan Mas pajang. Semula hal ini dapat menyelesaikan
masalah dan menyenangkan hatiku.
Tamat