Translate

Jumat, 28 Februari 2014

Si Perawan Ani

Aku seorang mahasiswa berumur 21 tahun. Pada saat liburan semester aku pulang ke kampungku di Garut. Untuk mengatasi kejenuhan, aku jalan-jalan di kota tersebut. Dan masuk ke sebuah pusat belanja di kota kecil itu. Secara tak sengaja aku memandangi seorang gadis yang bisa dikatakan cantik. Wajahnya memancarkan kecantikan alami yang jarang ditemui pada seorang gadis kota.

Singkat cerita kami berkenalan. Namanya Ani, berumur 16 tahun. Duh, senang sekali aku bisa kenalan dengan gadis seperti dia. Bulan demi bulan telah berlalu, kamipun semakin akrab dan sering berhubungan lewat telepon. Singkat kata, kamipun sepakat untuk menjadi sepasang kekasih.

Pada liburan semester selanjutnya, kami berjanji bertemu di rumahnya. Rumahnya sih sederhana, maklum bapaknya hanya pedagang kecil, tapi bukan itu yang aku lihat. Malam itu kami berdua menonton layar tancap, hal yang sebenarnya cukup simple tapi yah namanya juga lagi kasmaran. Kami pulang jam sembilan malam atas keinginan Ani. Ternyata sampai di rumah pacarku, kami hanya menerima titipan kunci rumah. Keluarganya sedang pergi menegok teman ayah pacarku yang sedang sakit keras.

Malam itu dingin sekali, Ani permisi untuk ganti pakaian. Saat kulihat Ani dengan pakaiannya yang sederhana itu aku terpaku, betapa cantik dan anggunnya dia walaupun hanya memakai pakaian biasa. Aneh, ada seuatu yang aneh yang menjalar ke perasaanku.
“Lho, ada apa Kang?”, tanya Ani.
“Ah, nggak ada apa-apa!”, jawabku.
“Kok melihat Ani terus?”, tanyanya lagi.
“Ngak kok!”, jawabku.
“Kamu cantik, An”.
“Ah Akang!”, katanya lagi dengan tersipu.

Lama kami berpandangan, dan aku mulai mendekati dirinya. Aku pegang tangannya, lalu kuraba, betapa lembut tangannya. Kami saling berpegangan, meraba dan membelai. Perlahan kubuka pakaiannya satu persatu, kulihat ia dalam keadaan setengah telanjang. Kupandangi dadanya di balik BH putihnya, kupandangi seluruh tubuhnya, kulitnya yang sawo matang.
“Kang, bener Akang cinta ama saya?”, tanyanya lagi.
“Bener, Akang cinta ama kamu!”, jawabku sambil membuka BH dan Celana dalam warna putihnya.

Kini ia polos tanpa satu benangpun menutupi tubuhnya. Kubaringkan ia di tempat tidur, lalu kuciumi seluruh tubuhnya. Tubuh Ani bergetar hebat, menandakan bahwa dia baru pertama kali ini melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya.

Lalu kubuka selangkangannya dan kumasukkan penisku dengan extra hati-hati. Ani mengerang dengan pasrah, lalu kusuruh ia untuk menggigit bantal agar suaranya tidak kedengaran oleh tetangga. Kugerakkan penisku, maju mundur. Mata Ani merem melek keenakan. Nafasku mulai memburu, dan Ani mulai tidak bisa mengontrol dirinya, dia memegang bantal dengan eratnya, gerakanku semakin cepat, aku ingin sekali menembus pertahanannya yang rapat itu. Kupegangi payudaranya, kujilat, kukulum, dan kurasakan penisku mulai menegang dan, “Cret…, cret…, cret”. Spermaku keluar dengan deras, Ani memelukku dengan erat dan kamipun terbaring kelelahan. Dalam hati aku bertekad untuk menikahi gadis itu, karena aku sangat mencintainya.

Tamat

Rabu, 19 Februari 2014

phoenix marie good video

Phoenix marie and kelly divine

Nikmatnya Diperkosa

Untuk mempersingkat waktu, maka saya akan langsung saja menceritakan cerita baru. Namun perlu diingat bahwa ini hanya sebuah cerita fiktif dan bukan cerita nyata. Dilarang keras untuk berpikir bahwa cerita ini nyata. karena cerita ini memang fiktif belaka.

Namaku Winie, umurku sudah 35 tahun dengan dua orang anak yang sudah beranjak dewasa. Waktu menikah umurku masih 19 tahun dan sekarang anakku yang paling tua sudah berumur 15 tahun sedang yang bungsu berumur 13 tahun. Kedua anakku disekolahkan di luar negeri semua sehingga di rumah hanya aku dan suami serta dua orang pembantu yang hanya bekerja untuk membersihkan perabot rumah serta kebun, sementara menjelang senja mereka pulang. Suamiku sebagai seorang usahawan memiliki beberapa usaha di dalam dan luar negri. Kesibukannya membuat suamiku selalu jarang berada di rumah. Bila suamiku berada di rumah hanya untuk istirahat dan tidur sedang pagi-pagi sekali dia sudah kembali leyap dalam pandangan mataku. Hari-hariku sebelum anakku yang bungsu menyusul kakaknya yang sudah lebih dulu menuntut ilmu di luar negeri terasa menyenangkan karena ada saja yang dapat kukerjakan, entah itu untuk mengantarkannya ke sekolah ataupun membantunya dalam pelajaran. Namun semenjak tiga bulan setelah anakku berada di luar negeri hari-hariku terasa sepi dan membosankan. Terlebih lagi bila suamiku sedang pergi dengan urusan bisnisnya yang berada di luar negeri, bisa meninggalkan aku sampai 2 mingguan lamanya.

Aku tidak pernah ikut campur urusan bisnisnya itu sehingga hari-hariku kuisi dengan jalan-jalan ke mall ataupun pergi ke salon dan terkadang melakukan senam. Sampai suatu hari kesepianku berubah total karena supirku. Suatu hari setibanya di rumah dari tempatku senam supirku tanpa kuduga memperkosaku.

Seperti biasanya begitu aku tiba di dalam rumah, aku langsung membuka pintu mobil dan langsung masuk ke dalam rumah dan melangkahkan kakiku menaiki anak tangga yang melingkar menuju lantai dua dimana kamar utama berada. Begitu kubuka pintu kamar, aku langsung melemparkan tasku ke bangku yang ada di dekat pintu masuk dan aku langsung melepas pakaian senamku yang berwarna hitam hingga tinggal BH dan celana dalam saja yang masih melekat pada tubuhku. Saat aku berjalan hendak memasuki ruang kamar mandi aku melewati tempat rias kaca milikku. Sesaat aku melihat tubuhku ke cermin dan melihat tubuhku sendiri, kulihat betisku yang masih kencang dan berbentuk mirip perut padi, lalu mataku mulai beralih melihat pinggulku yang besar seperti bentuk gitar dengan pinggang yang kecil kemudian aku menyampingkan tubuhku hingga pantatku terlihat masih menonjol dengan kencangnya.

Kemudian kuperhatikan bagian atas tubuhku, buah dadaku yang masih diselimuti BH terlihat jelas lipatan bagian tengah, terlihat cukup padat berisi serta, "Ouh.. ngapain kamu di sini!" sedikit terkejut ketika aku sedang asyik-asyiknya memandangi kemolekan tubuhku sendiri tiba-tiba saja kulihat dari cermin ada kepalanya supirku yang rupanya sedang berdiri di bibir pintu kamarku yang tadi lupa kututup.

"Jangan ngeliatin.. sana cepet keluar!" bentakku dengan marah sambil menutupi bagian tubuhku yang terbuka.
Tetapi supirku bukannya mematuhi perintahku malah kakinya melangkah maju satu demi satu masuk kedalam kamar tidurku.
"Aris.. Saya sudah bilang cepat keluar!" bentakku lagi dengan mata melotot.
"silakan ibu teriak sekuatnya, hujan di luar akan melenyapkan suara ibu!" ucapnya dengan matanya menatap tajam padaku.
Sepintas kulihat celah jendela yang berada di sampingku dan ternyata memang hujan sedang turun dengan lebat, memang ruang kamar tidurku cukup rapat jendela-jendelanya hingga hujan turun pun takkan terdengar hanya saja di luar sana kulihat dedaunan dan ranting pohon bergoyang tertiup angin kesana kemari.

Detik demi detik tubuh supirku semakin dekat dan terus melangkah menghampiriku. Terasa jantungku semakin berdetak kencang dan tubuhku semakin menggigil karenanya. Aku pun mulai mundur teratur selangkah demi selangkah, aku tidak tahu harus berbuat apa saat itu sampai akhirnya kakiku terpojok oleh bibir ranjang tidurku.
"Mas.. jangan!" kataku dengan suara gemetar.
"Hua.. ha.. ha.. ha..!" suara tawa supirku saat melihatku mulai kepepet.
"Jangan..!" jeritku, begitu supirku yang sudah berjarak satu meteran dariku menerjang tubuhku hingga tubuhku langsung terpental jatuh di atas ranjang dan dalam beberapa detik kemudian tubuh supirku langsung menyusul jatuh menindih tubuhku yang telentang.

Aku terus berusaha meronta saat supirku mulai menggerayangi tubuhku dalam himpitannya. Perlawananku yang terus-menerus dengan menggunakan kedua tangan dan kedua kakiku untuk menendang-nendangnya terus membuat supirku juga kewalahan hingga sulit untuk berusaha menciumi aku sampai aku berhasil lepas dari himpitan tubuhnya yang besar dan kekar itu. Begitu aku mendapat kesempatan untuk mundur dan menjauh dengan membalikkan tubuhku dan berusaha merangkak namun aku masih kalah cepat dengannya, supirku berhasil menangkap celana dalamku sambil menariknya hingga tubuhku pun jatuh terseret ke pinggir ranjang kembali dan celana dalam putihku tertarik hingga bongkahan pantatku terbuka. Namun aku terus berusaha kembali merangkak ke tengah ranjang untuk menjauhinya. Lagi-lagi aku kalah cepat dengan supirku, dia berhasil menangkap tubuhku kembali namun belum sempat aku bangkit dan berusaha merangkak lagi, tiba-tiba saja pinggulku terasa kejatuhan benda berat hingga tidak dapat bergerak lagi.

"Aris.. Jangan.. jangan.. mas.." kataku berulang-ulang sambil terisak nangis.
Rupanya supirku sudah kesurupan dan lupa siapa yang sedang ditindihnya. Setelah melihat tubuhku yang sudah mulai kecapaian dan kehabisan tenaga lalu supirku dengan sigapnya menggenggam lengan kananku dan menelikungnya kebelakan tubuhku begitu pula lengan kiriku yang kemudian dia mengikat kedua tanganku kuat-kuat, entah dengan apa dia mengikatnya. Setelah itu tubuhnya yang masih berada di atas tubuhku berputar menghadap kakiku. Kurasakan betis kananku digenggamnya kuat-kuat lalu ditariknya hingga menekuk. Lalu kurasakan pergelangan kaki kananku dililitnya dengan tali. Setelah itu kaki kiriku yang mendapat giliran diikatkannya bersama dengan kaki kananku.

"Saya ingin mencicipi ibu.." bisiknya dekat telingaku.
"Sejak pertama kali saya melamar jadi supir ibu, saya sudah menginginkan mendapatkan kesempatan seperti sekarang ini." katanya lagi dengan suara nafas yang sudah memburu.
"Tapi saya majikan kamu Ris.." kataku mencoba mengingatkan.
"Memang betul bu.. tapi itu waktu jam kerja, sekarang sudah pukul 7 malam berarti saya sudah bebas tugas.." balasnya sambil melepas ikatan tali BH yang kukenakan.
"Hhh mm uuhh," desah nafasnya memenuhi telingaku.
"Tapi malam ini Bu Winie harus mau melayani saya," katanya sambil terus mendengus-denguskan hidungnya di seputar telingaku hingga tubuhku merinding dan geli.

Setelah supirku melepas pakaiannya sendiri lalu tubuhku dibaliknya hingga telentang. Aku dapat melihat tubuh polosnya itu. Tidak lama kemudian supirku menarik kakiku sampai pahaku melekat pada perutku lalu mengikatkan tali lagi pada perutku. Tubuhku kemudian digendongnya dan dibawanya ke pojok bagian kepala ranjang lalu dipangkunya di atas kedua kaki yang diselonjorkan, mirip anak perempuan yang tubuhnya sedang dipeluk ayahnya. Tangan kirinya menahan pundakku sehingga kepalaku bersandar pada dadanya yang bidang dan terlihat otot dadanya berbentuk dan kencang sedangkan tangan kanannya meremasi kulit pinggul, pahaku dan pantatku yang kencang dan putih bersih itu.

"Aris.. jangan Ris.. jangan!" ucapku berulang-ulang dengan nada terbata-bata mencoba mengingatkan pikirannya.
Namun Aris, supirku tidak memperdulikan perkataanku sebaliknya dengan senyum penuh nafsu terus saja meraba-raba pahaku.
"Ouh.. zzt.. Euh.." desisku panjang dengan tubuh menegang menahan geli serta seperti terkena setrum saat kurasakan tangannya melintasi belahan kedua pahaku.
Apalagi telapak dan jemari tangannya berhenti tepat di tengah-tengah lipatan pahaku.
"Mass.. Eee" rintihku lebih panjang lagi dengan bergetar sambil memejapkan mata ketika kurasakan jemarinya mulai mengusap-usap belahan bibir vaginaku. Tangan Mas Aris terus menyentuh dan bergerak dari bawah ke atas lalu kembali turun lagi dan kembali ke atas lagi dengan perlahan sampai beberapa kali. Lalu mulai sedikit menekan hingga ujung telunjuknya tenggelam dalam lipatan bibir vaginaku yang mulai terasa berdenyut-denyut, gatal dan geli.

Tangannya yang terus meraba dan menggelitik-gelitik bagian dalam bibir vaginaku membuat birahiku jadi naik dengan cepatnya, apalagi sudah cukup lama tubuhku tidak pernah mendapatkan kehangatan lagi dari suamiku yang selalu sibuk dan sibuk. Entah siapa yang memulai duluan saat pikiranku sedang melayang kurasakan bibirku sudah beradu dengan bibirnya saling berpagut mesra, menjilat, mengecup, menghisap liur yang keluar dari dalam mulut masing-masing.

"Ouh.. Winie.. wajahmu cukup merangsang sekali Winie..!" ucapnya dengan nafasnya yang semakin memburu itu.
Setelah berkata begitu tubuhku ditarik hingga buah dadaku yang menantang itu tepat pada mukanya dan kemudian, "Ouh.. mas.." rintihku panjang dengan kepala menengadah kebelakan menahan geli bercampur nikmat yang tiada henti setelah mulutnya dengan langsung memagut buah dadaku yang ranum itu. Kurasakan mulutnya menyedot, memagut, bahkan menggigit-gigit kecil punting susuku sambil sekali-kali menarik-narik dengan giginya.

Entah mengapa perasaanku saat itu seperti takut, ngeri bahkan sebal bercampur aduk di dalam hati, namun ada perasaan nikmat yang luar biasa sekali seakan-akan ada sesuatu yang pernah lama hilang kini kembali datang merasuki tubuhku yang sedang dalam keadaan tidak berdaya dan pasrah. "Bruk.." tiba-tiba tangan Mas Aris melepaskan tubuhku yang sedang asyik-asyiknya aku menikmati sedalam-dalamnya tubuhku yang sedang melambung dan melayang-layang itu hingga tubuhku terjatuh di atas ranjang tidurku. Tidak berapa lama kemudian kurasakan bagian bibir vaginaku dilumat dengan buas seperti orang yang kelaparan. Mendapat serangan seperti itu tubuhku langsung menggelinjang-gelinjang dan rintihan serta erangan suaraku semakin meninggi menahan geli bercampur nikmat sampai-sampai kepalaku bergerak menggeleng ke kanan dan ke kiri berulang-ulang. Cukup lama mulutnya mencumbu dan melumati bibir vaginaku terlebih-lebih pada bagian atas lubang vaginaku yang paling sensitif itu.

"Aris.. sudah.. sudah.. ouh.. ampun Aar.. riss.." rintihku panjang dengan tubuh yang mengejang-ngejang menahan geli yang menggelitik bercampur nikmat yang luar biasa rasanya saat itu. Lalu kurasakan tangannya pun mulai rebutan dengan bibirnya. Kurasakan jarinya dicelup ke dalam lorong kecil kemaluanku dan mengorek-ngorek isi dalamnya.
"Ouh.. Ris.." desisku menikmati alur permainannya yang terus terang belum pernah kudapatkan bahkan dengan suamiku sendiri.
"Sabar Win.., saya suka sekali dengan lendirmu sayang!" suara supirku yang setengah bergumam sambil terus menjilat dan menghisap-hisap tanpa hentinya sampai beberapa menit lagi lamanya.
Setelah puas mulutnya bermain dan berkenalan dengan bibir kemaluanku yang montok itu si Aris lalu mendekati wajahku sambil meremas-remas buah dadaku yang ranum dan kenyal itu.

"Bu Winie.., saya entot sekarang ya.. sayang.." bisiknya lebih pelan lagi dengan nafas yang sudah mendesah-desah. "Eee.." pekikku begitu kurasakan di belahan pangkal pahaku ada benda yang cukup keras dan besar mendesak-desak setengah memaksa masuk belahan bibir vaginaku.
"Tenang sayang.. tenang.. dikit lagi.. dikit lagi.."
"Aah.. sak.. kiit..!" jeritku keras-keras menahan ngilu yang amat sangat sampai-sampai terasa duburku berdenyut-denyut menahan ngilunya. Akhirnya batang penis supirku tenggelam hingga dalam dibalut oleh lorong kemaluanku dan terhimpit oleh bibir vaginaku.

Beberapa saat lamanya, supirku dengan sengaja, penisnya hanya didiamkan saja tidak bergerak lalu beberapa saat lagi mulai terasa di dalam liang vaginaku penisnya ditarik keluar perlahan-lahan dan setelah itu didorong masuk lagi, juga dengan perlahan-lahan sekali seakan-akan ingin menikmati gesekan-gesekan pada dinding-dinding lorong yang rapat dan terasa bergerenjal-gerenjal itu. Makin lama gerakannya semakin cepat dan cepat sehingga tubuhku semakin berguncang dengan hebatnya sampai, "Ouhh.."
Tiba-tiba suara supirku dan suaraku sama-sama beradu nyaring sekali dan panjang lengkingannya dengan diikuti tubuhku yang kaku dan langsung lemas bagaikan tanpa tulang rasanya. Begitu pula dengan tubuh supirku yang langsung terhempas kesamping tubuhku.

"Sialan kamu Ris!" ucapku memecah kesunyian dengan nada geram.
Setelah beberapa lama aku melepas lelah dan nafasku sudah mulai tenang dan teratur kembali.
"Kamu gila Ris, kamu telah memperkosa istri majikanmu sendiri, tau!" ucapku lagi sambil memandang tubuhnya yang masih terkulai di samping sisiku.
"Bagaimana kalau aku hamil nanti?" ucapku lagi dengan nada kesal.
"Tenang Bu Winie.., saya masih punya pil anti hamil, Bu Winie." ucapnya dengan tenang.
"Iya.. tapi kan udah telat!" balasku dengan sinis dan ketus.
"Tenang bu.. tenang.. setiap pagi ibu kan selalu minum air putih dan selama dua hari sebelumnya saya selalu mencampurkan dengan obatnya jadi Bu Winie enggak usah khawatir bakalan hamil bu," ucapnya malah lebih tenang lagi.
"Ouh.. jadi kamu sudah merencanakannya, sialan kamu Ris.." ucapku dengan terkejut, ternyata diam-diam supirku sudah lama merencanakannya.
"Bagaimana Bu Winie..?"
"Bagaimana apanya? Sekarang kamu lepasin saya Ris.." kataku masih dengan nada kesal dan gemas.
"Maksudnya, tadi waktu di Entotin enak kan?" tanyanya lagi sambil membelai rambutku.
Wajahku langsung merah padam mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh supirku, namun dalam hati kecilku tidak dapat kupungkiri walaupun tadi dia sudah memperkosa dan menjatuhkan derajatku sebagai majikannya, namun aku sendiri turut menikmatinya bahkan aku sendiri merasakan organsime dua kali.

"Kok ngak dijawab sich!" tanya supirku lagi.
"Iya..iya, tapi sekarang lepasin talinya dong Aris!" kataku dengan menggerutu karena tanganku sudah pegal dan kaku.
"Nanti saja yach! Sekarang kita mandi dulu!" ucapnya sambil langsung menggendong tubuhku dan membawa ke kamar mandi yang berada di samping tempat ranjangku. Tubuhku yang masih lemah lunglai dengan kedua tangan dan kakiku yang masih terikat itu diletakkan di atas lantai keramik berwarna krem muda yang dingin tepat di bawah pancuran shower yang tergantung di dinding. Setelah itu supirku menyalakan lampu kamar mandiku dan menyalakan kran air hingga tubuhku basah oleh guyuran air dingin yang turun dari atas pancuran shower itu. Melihat tubuhku yang sudah basah dan terlihat mengkilat oleh pantulan lampu kamar mandi lalu Aris supirku berjongkok dekatku dan kemudian duduk di sampingku hingga tubuhnya pun turut basah oleh air yang turun dari atas.

Mata supirku yang memandangiku seperti terlihat lain dari biasanya, dia mulai mengusap rambutku yang basah ke belakang dengan penuh sayang seperti sedang menyayang seorang anak kecil. Lalu diambilnya sabun Lux cair yang ada di dalam botol dan menumpahkan pada tubuhku lalu dia mulai menggosok-gosok tubuhku dengan telapak tangannya. Pinggulku, perutku lalu naik ke atas lagi ke buah dadaku kiri dan kemudian ke buah dadaku yang kanan. Tangannya yang terasa kasar itu terus menggosok dan menggosok sambil bergerak berputar seperti sedang memoles mobil dengan cairan kits. Sesekali dia meremas dengan lembut buah dada dan punting susuku hingga aku merasa geli dibuatnya, lalu naik lagi di atas buah dadaku, pundakku, leherku lalu ke bahuku, kemudian turun lagi ke lenganku.
"Ah.. mas.." pekikku ketika tangannya kembali turun dan turun lagi hingga telapak tangannya menutup bibir vaginaku.
Kurasakan telapak tangannya menggosok-gosok bibir vaginaku naik turun dan kemudian membelah bibir vaginaku dengan jemari tangannya yang lincah dan cekatan dan kembali menggosok-gosokkannya hingga sabun Lux cair itu menjadi semakin berbusa.

Setelah memandikan tubuhku lalu dia pun membasuh tubuhnya sendiri sambil membiarkan tubuhku tetap bersandar di bawah pancuran shower. Usai membersihkan badan, supirku lalu menggendongku keluar kamar mandi dan menghempaskan tubuhku yang masih basah itu ke atas kasur tanpa melap tubuhku terlebih dahulu.
"Saya akan bawakan makanan ke sini yach!" ucapnya sambil supirku melilit handuk yang biasa kupakai kepinggangnya lalu ngeloyor ke luar kamarku tanpa sempat untuk aku berbicara. Sudah tiga tahun lebih aku tidak pernah merasakan kehangatan yang demikian memuncak, karena keegoisan suamiku yang selalu sibuk dengan pekerjaan. Memang dalam hal keuangan aku tidak pernah kekurangan. Apapun yang aku mau pasti kudapatkan, namun untuk urusan kewajiban suami terhadap istrinya sudah lama tidak kudapatkan lagi.

Entah mengapa perasaanku saat ini seperti ada rasa sedang, gembira atau.. entah apalah namanya. Yang pasti hatiku yang selama ini terasa berat dan bosan hilang begitu saja walaupun dalam hati kecilku juga merasa malu, benci, sebal dan kesal. Supirku cukup lama meninggalkan diriku sendirian, namun waktu kembali rupanya dia membawakan masakan nasi goreng dengan telor yang masih hangat serta segelas minuman kesukaanku. Lalu tubuhku disandarkan pada teralis ranjang.
"Biar saya yang suapin Bu Winie yach!" ucapnya sambil menyodorkan sesendok nasi goreng yang dibuatnya.
"Kamu yang masak Ris!" tanyaku ingin tahu.
"Iya, lalu siapa lagi yang masak kalau bukan saya, kan di rumah cuma tinggal kita berdua, si Wati kan udah saya suruh pulang duluan sebelum hujan tadi turun!" kata supirku.
"Ayo dicicipi!" katanya lagi.

Mulanya aku ragu untuk mencicipi nasi goreng buatannya, namun perutku yang memang sudah terasa lapar, akhirnya kumakan juga sesendok demi sesendok. Tidak kusangka nasi goreng buatannya cukup lumanyan juga rupanya. Tanpa terasa nasi goreng di piring dapat kuhabisi juga.
"Bolehkan saya memanggil Bu Winie dengan sebutan mbak?" tanyanya sambil membasuh mulutku dengan tissue.
"Boleh saja, memang kenapa?" tanyaku.
"Engga apa-apa, biar enak aja kedengaran di kupingnya."

Kalau saya boleh manggil Mbak Winie, berarti Bu Winie eh.. salah maksudnya Mbak Winie, panggil saya Bang aja yach!" celetuknya meminta.
"Terserah kamu saja " kataku.
"Sudah nggak capai lagi kan Mbak Winie!" sahut supirku.
"Memang kenapa!?" tanyaku.
"Masih kuatkan?" tanyanya lagi dengan senyum binal sambil mulai meraba-raba tubuhku kembali.
Aku tidak memberi jawaban lagi, hanya menunduk malu, tadi saja aku diperkosanya malah membuatku puas disetubuhinya apalagi untuk babak yang kedua kataku dalam hati. Sejujurnya aku tidak rela tubuhku diperkosanya namun aku tidak mampu untuk menolak permintaannya yang membuat tubuhku dapat melayang-layang di udara seperti dulu saat aku pertama kali menikah dengan suamiku.

Tamat

Kamis, 06 Februari 2014

jynx maze 2

MyHotNanny.com  
 Play Movie          Play MoviePlay Movie  
 
 BoyNapped.com 

MyHotNanny.com    MyHotNanny.com   MyHotNanny.com

jynx maze

BoyNapped.com
DirtyParodies.com                  Play Movie
DirtyParodies.com                                  
Play MoviePlay Movie

Tukar Suami

Tentu tak seorangpun di dunia .ini yang ingin rumah tangganya hancur, dan tiada pula yang bersedia untuk saling tukar suami dengan tetangganya, tetapi semua ini kualami sendiri. Dua tahun lamanya aku hidup dengan suami yang lain dan kedua suamiku itu masih bersaudara. Namaku Sri, saat kejadian itu usiaku belum genap 25 tahun dan baru memiliki anak satu yang duduk di TK.

Sebagai ibu rumah tangga yang ingin membantu suami aku mencari tambahan penghasilan dengan menerima jahitan dari ibu-ibu tetangga dan para remaja putri.

Semula memang hanya beberapa orang yang datang, namun belum genap satu tahun usaha itu sudah berkembang pesat, sehingga aku perlu merekrut tiga orang tenaga penjahit. Aku hanya membuatkan polanya sedang mereka tinggal menjahitnya. Dan pelangganku semakin hari semakin bertambah banyak, karena aku selalu berusaha menjaga mutu hasil kerjaku.

Suamiku, bernama Rusdi, orangnya ganteng seperti Dede Yusuf dan seorang pekerja keras, ia seringkali dimintai oleh orang untuk memborong bangunan rumah dan kadang di minta oleh perusahaan kontraktor hingga ke luar daerah.

Kehidupan kami berjalan dengan harmonis, tak pernah terjadi cekcok yang berarti. Setiap masalah dapat kami selesaikan dengan baik, tanpa menimbulkan kericuhan.

Selain itu suamiku juga memiliki saudara misan yang rumahnya berdekatan dengan rumahku, namanya Pajang. Orangnya sangat baik dan penuh perhatian kepada saudara, usianya sebaya suamiku. Ia telah memperistri seorang wanita cantik dan berkulit putih bersih namanya Maryamah dan juga baru mempunyai seorang anak yang sebaya pula dengan anakku.

Mas Pajang merupakan sosok yang dihormati oleh masyarakat, karena kemampuannya yang dimiliki maupun status sosial yang disandangnnya. Lebih dari itu ia juga merupakan seorang lelaki yang kharismatik dan dapat menimbulkan kekaguman.

Di tempat tinggalnya hanya suamikulah satu satunya kerabat dekatnya, sehingga tak jarang ia bertandang ke rumah, meski suamiku sedang tak di rumah, Dan entah mengapa setiap ia ke rumah aku seringkali mencuri pandang kepadanya. Suamiku memang seorang yang tampan, namun bagiku Mas Pajang memiliki kelebihan lagi. Selain ganteng dan bentuk tubuhnya yang atletis juga wajahnya menyinarkan kewibawaan, sehingga menatapnya berlama lama dapat membuat hatiku berdebar debar. Suamiku memang jarang di rumah, sebagai pasangan muda aku memang sering kesepian terutama jika ia sedang berada di luar daerah sampai berminggu-minggu. Sehingga kehadiran Mas Pajang dapat menjadi hiburan tersendiri bagiku. Lelaki ini kalau sedang berbicara seakan-akan aku dibawanya mengarungi khayalannya. Kepandaiannya bercerita dan membuat suasana menjadi segar memang merupakan salah satu kekagumanku kepadanya.

Istrinya hampir sepanjang siang hari berada di pasar berjualan di tokonya maka sepulang dari dinas ia akan lebih banyak menghabiskan waktunya di rumahku sambil membawa anaknya yang langsung bermain dengan anakku.

Barangkali, karena seringnya pertemuan itu semakin lama jika sehari saja ia tidak mengunjungiku timbul perasaan kangen yang tak tertahankan. Namun tentu perasaan semacam ini kusimpan rapat rapat di hatiku, dan kukira ia juga merasakan hal yang sama, karena aku dapat menangkap sinar matanya yang seperti mengharapkan sesuatu dariku. Dan ia seringkali mengeluhkan dirinya. " Rumah tanggaku ini aneh, seharian tak pernah ketemu, kalau malam sudah sama sama mengantuk, jadi ya lantas tidur sendiri-sendiri, dua tahun belakangan ini kami jadi jarang berbincang-bincang. Ibunya Novi sudah sibuk dalam dunianya sendiri, ia terlalu asyik mencari uang, seakan akan uang lebih penting dari rumah tangganya..."

Jika sudah demikian aku akan bersikap sebagai pendengar yang baik, selain memperhatikan apa yang dikeluhkan dan aku seringkali malah memberi nasehat kepadanya. Hubunganku dengan Mas Pajang semakin terasa aneh, kami seakan akan sudah saling membutuhkan namun tak pernah terucap hal hal yang menjurus ke arah itu.

Sampai suatu hari aku sedang ke pasar naik motor sendiri, sepulang dari belanja kulihat diperempatan terjadi sebuah kecelakaan. Ternyata setelah aku melihatnya korban kecelakaan adalah Mas pajang, motornya menabrak beca yang sedang diparkir, dalam usahanya menghindari benturan dengan truck yang melaju kencang. Melihat kenyataan itu aku jadi panik sendiri, cepat cepat aku memberikan pertolongan. Dibantu orang lain aku menggotong tubuhnya ke pinggir jalan raya. Saat itu aku tak dapat menahan air mataku, dan kugoncang goncang tubuhnya sambil terus menerus memanggil namanya. Tak lama ia membuka mata dan merintih, mengetahui aku masih merangkul lehernya Mas Pajang malah memelukku. Meski dalam keadaan demikian hatiku berdesir saat terasa tangannya memilin milin lenganku.Untung saja tak ada orang yang memperhatikan adegan yang hanya berlangsung beberapa detik itu, tetapi karuan saja telah membuat wajahku menjadi jengah.

Maka segera aku membawanya ke rumah sakit dengan . menyewa mobil angkutan yang kebetulan lewat. Sepanjang jalan kepalanya berada di pangkuanku, sehingga darah yang meleleh dari 1uka di siku dan kepalanya mengotori rok spanku. Biasanya aku sangat ngeri melihat darah, namun entah mengapa saat itu malah sebentar sebentar aku menghapus darah dengnan sapu tangnanku dengan perasaan kasih sayang. Seakan apa yang selama ini kurasakan kepadanya seperti telah mendapatkan salurannya. Sesekali tanpa sadar aku malah membelai rambutnya dan rintihan yang keluar dari bibirnya semakin membuat hatiku terpaku kepadanya.

Tangannya memegangi lenganku erat erat dan kadang kurasakah kepalanya didesakkan ke dadaku, dan aku hanya dapat berkata:" Bertahanlah, sebentar lagi kita akan sampai di rumah sakit.. .."

" Aku tidak memikirkan rumah sakit....; aku hanya memikirkan dirimu...." ujarnya pelahan sekali seperti sebuah -bisikan. Aku hanya meremas jari tangannya sebagai ungkapan perasaanku saat itu.

Saat di rumah sakit dokter menyatakan kondisi Mas pajang tidak terlalu berbahaya dan dapat berobat jalan. Tapi yang mengherankan ia malah minta rawat tinggal saja, alasannya ia masih ketakutan dan jika terjadi apa apa di rumah sakit lebih cepat ditangani dari pada di rumah. Tentu saja pihak rumah sakit langsung setuju,karena mendapatkan tambahan pasien. Aku hanya diam saja tak mengerti, namun saat telah berada di Zal aku bertanya. " Bagaimana, sih..... orang dokter bilang boleh pulang kok malah ingin diop­ name... "

Kulihat ia hanya tersenyum dan kemudian meraih tanganku.

" Kapan lagi aku dapat berdua seperti ini kalau tidak di rumah sakit, anggap saja aku tidak sedang berada di rumah sakit, namun di hotel....."

Meski akupun mempunyai perasaan sama seperti dirinya, namun menyadari cara yang dipergunakan ini sungguh membuatku jadi tersenyum sendiri. Ia benar, di rumah sakit ini memang seperti hotel karena ia di rawat di kelas VIP yang hanya dipakai oleh satu orang pasien saja, dan di ruangan ber AC ini juga disediakan sebuah pesawat TV berikut VCD nya. .

Ia meraih leherkku dan melumat bibirku lama sekali, dan kubalas dengan tidak kalah dashsyatnya sehingga aku seperti tak sanggup berdiri lagi, dan baru berakhir ketika perawat mengetuk pintu kamar mengantarkan obat.

"Aku harus pergi dahulu, mengurusi motormu dan memberitahu kepada mbak Mar.. .." kataku saat Suster meletakkan obat di meja kecil di dekat bednya.

Ia hanya mengangguk. " Nanti malam kau harus datang menjengukku..." " Tentu.." balasku seraya pergi, Aku melangkah di koridor dengan perasaan bercampur aduk tak karuan. Kcjadian barusan ini sangat mengesankan sekali, meski aku tak dapat mengusir perasaan kuatir yang tetap berada di sudut hatiku.

Scperti pada umumnya scorang perempuan, saat kuberitahu Maryamah langsung panik. Tokonya segera ditutup, akupun membantunya sambil menjawab setiap pertanyaannya yang bcrhubungan dengan keadaan suaminya.

" Untung kau sedang lewat, jika tidak siapa yang mengurus suamiku.... terima kasih ya dik, aku sangat berhutang budi kepadamu...."

" Sudahlah... Jangan bicara saja...kau harus segera ke rumah sakit...!" Aku memandangi wajah perempuan cantik ini dengan berbagai perasaan. Entah mengapa Mas pajang tertarik kepadaku, padahal istrinya wajahnya lebih manis dan juga cantik. Memang aku lebih ceria dan postur tubuhku yang tinggi semampai, dibanding dengan Maryamah

Siang itu Maryamah ke rumah sakit sendirian, dan aku langsung pulang. Di rumah aku jadi aku tak dapat memincingkan mata seperti orang bingung, rumah yang berantakan aku biarkan karena aku tak berselera lagi melakukan. Oleh karenanya aku hanya tidur tiduran saja di kamar,dan semua pekerjaan kuserahkan kepada anak buahku. Berkali kali aku ingin mengusir bayangan demi bayangan kejadian yang kualami. Namun yang terjadi justru sebaliknya, dan rasanya tak sabar lagi aku ingin segera berangkat ke rumah sakit. Hanya saja aku masih dihantui pertimbangan pertimbangan lain yang juga sangat kuat yaitu aku melanggar norma-norma kesusilaan.

Dan alangkah beruntungnya aku rupanya setan memuluskan kehendak nafsuku sehingga belum jam 5 sore Maryamah ke rumahku, ia minta aku mau menemani menunggu suaminya nanti malam. Tentu bagiku hal itu seperti pucuk di cinta ulam tiba, tak perlu dua kali ia memintaku langsung aku berkemas kemas setelah menitipkan anakku kepada anak buahku dan berpesan agar mereka tidur di rumahku saja.

Hampir . semalam suntuk aku tidur ditikar, karena hanya tersedia sebuah ranjang untuk seorang penunggu. Hatiku sungguh tersiksa, jika pandangan mataku beradu dengan Mas Pajang. Ia seperti mengundangku agar mendekat tetapi apa daya aku tak berani mendekat meski istrinya telah mendengkur sejak jam sepuluh. Dan malam itu tak terjadi apa apa, kecuali kami hanya melempar senyum penuh arti.

Namun sebelum jam 4 Maryamah membangunkan aku, padahal aku baru mau tertidur. .

" Dik Sri, aku mau ke pasar dulu, karena ada dagangan yang dikirimkan nanti jam 5, jika kesiangan sedikit mobilnya tak bisa masuk. Kamu di sini dulu ya, nanti kalau dokter perintah apa apa cepat hubungi saya. Dan: ini kutinggali uang sedikit untuk keperluan apa apa nanti....."

Aku pura pura tertidur lagi setelah ia menyerahkan uang ke tanganku, dan Maryamah segera meninggalkan aku. Aku merasa perlu melihat Istri Mas Pajang apakah benar benar telah meninggalkan rumah sakit, setelah aku yakin benar cepat cepat cepat aku masuk ke ruangan lagi.

" Kuncilah pintunya....!" kata Mas pajang saat aku menutup pintu kembali.

" Memangnya kenapa ...?" tanyaku pura pura dan terus memutar kunci pintu. Kulihat ia bangkit dari tidumya, dan tangannya mengembang, dan aku segera menghambur ke pelukannya. " Ih bau..!" ujarku menghindari ciumannya. Ia hanya tertawa saja sambil terus mengusap punggungku. Meski dalam keadaan setengah mengantuk, namun rangsangan itu cepat menjalar ke seluruh tubuhku. Tangannya meraba pinggul, terus menyusup ke balik daster dan tanpa basa basi lagi jari tangannya menyusup ke pangkal pahaku dan menimbulkan geletaran nikmat yang luar biasa.

Hampir sebulan terakhir ini suamiku tak pemah menyentuhku karena harus ke 1uar daerah mengerjakan proyek. Mulutku meracau seperti kesetanan dan kurasakan dorongan dalam tubuhku untu segera ingin mencari jalan pelepasan.

Tanpa kesulitan ia melepas segi tiga pengamanku dan aku membantu dengan menggerakkan pantatku untuk memudahkan usahanya. Badan mas Pajang

Merapat ke badanku, dan penisnya menempel di belahan pantatku yang montok.

Jemarinya semakin nakal memainkan puting buah dadaku. Terus mengelus turun ke sela-sela paha ku dan jari-jarinya memainkan vagina ku. Setelah 5 menit, tampak tubuh

Ku mulai bergetar, tanda-tanda bahwa aku sangat terangsang. Mas Pajang bangkit dari pembaringan dan mendorongku agar berbaring di ranjang satunya dan menelentang di melintang dengan kaki tetap tergantung di tepinya dengan semua letupan birahi yang semakin tidak tertahankan.

Setelah membaringkan tubuhku, Mas Pajang meneruskan rangsangannya. Bibirnya terus mencium seluruh tubuh ku. Bau parfum yang kupakai membuat nafsunya semakin tidak tertahankan lagi. Bibir dan lidahnya menyerbu bibir vagina ku. Mas Pajang terkesan sekali dengan.

Jembutku yang tertata.rapi dan berbau wangi setelah melihat vagina ku mulai terangsang hebat. Tubuhku menggeliat-geliat setiap sapuan lidah mas Pajang memutar-mutar klitorisnya. Pantatku naik turun seakan ingin lidah Mas Pajang tertancap lebih dalam.

“Eeeemmm….”Desah ku penuh kenikmatan.

“Ini saatnya.” Mas Pajang dengan buru-buru lalu naik ke atas ranjang , mengambil posisi di sela paha ku

Mas Pajang mengkonsentrasinya pada penisnya yang sudah berdiri tegak. Urat-urat penisnya semakin membesar, pertanda sudah sangat siap untuk melakukan penetrasi. Kepala penis Mas Pajang yang mirip jamur raksasa berwarna hitam itu kini sudah berada di bibir vagina ku. Bibir vagina ku yang sudah basah karena cairan itu merekah saat kepala penis Mas Pajang mulai membelah masuk. Mas Pajang mengatur napasnya. Perjuangannya untuk menembus vagina ku satu ini ternyata cukup sulit. Diameter penisnya terlalu besar untuk vagina kuu. Baru kepala penisnya yang mampu masuk.

“Aaaaah…seret juga milikmu, sayang. penis suamimu payah rupanya. Tahan sedikit ya. Aku akan beri kenikmatan hebat…” bisik mas Pajang pada telingaku.

Di lingkarkannya tangan gempal mas Pajang pada pantat montok ku.

Dadanya bersandar pada dua payudara ku. Dan dengan hentakan keras, dibantu tekanan tangannya, penis mas Pajang melesak masuk.

“Eeeeemmmphmm,…mm..mm.”Desah ku sambil merem melek.

Hentakan tadi rupanya membuat sensasi luar biasa. Mas Pajang pun merasa nikmat luar biasa. Dibanding milik istrinya, milik ku masih lebih legit. Mungkin karena aku pandai merawat diri,

“Plok…plok…plok…plak…plak…plak..” suara perut mas Pajang bertemu kulit putih ku.

Sesekali Mas Pajang menelan ludahnya sendiri melihat batang besarnya yang hitam pekat keluar masuk vagina ku yang putih mulus. Kontras, menimbulkan sensasi yang luar biasa.

“Ooooh…Mas.” aku mengeluh panjang.

Tubuhku mengejang hebat. Orgasme melanda ku. Terasa cairan hangat mengalir deras membasahi batang penis mas Pajang.

Mas Pajang mengejamkan matanya menikmati sensasi hebat ini. Ia sengaja membiarkan aku menggelinjang dalam orgasmenya.

“Sekarang saatnya,sayang. Jurus entotan mautku. isteriku sendiri tidak bisa tahan…”Bisik mas Pajang sambil tersenyum setelah melihat orgasmeku sudah reda.

Mas Pajang mulai mempercepat genjotannya. Naik turun tanpa lelah.

Pantat ku pun mengikuti irama genjotan mas Pajang. Sesekali sengaja dia tarik penisnya hingga hanya menyisakan kepalanya. Membuat pantat ku terangkat seakan tidak rela barang besar itu keluar dari vagina ku.

Mas Pajang menarik tubuh ku hingga mengubah posisi menjadi duduk.

Sambil memeluk pinggul ku, dan mas Pajang meneruskan sodokannya. Aku pun tak mau kalah mengimbangi dengan meliuk-liukkan pinggulku. Gerakan pantat ku membuat penis mas Pajang itu seperti diremas-remas.

Karena hasratku yang sudah memuncak. Aku mendorong mas Pajang rebah. Dan kini aku mengambil kendali dengan liarnya.

Rambut panjangku terurai berkibar-kibar. Peluhnya membuat kulit putihku seakan mengkilap.

Mas Pajang tersenyum dan menikmati itu sebagai pemandangan yang begitu erotis. Dua tangannya meraih dua payudara ku yang terayun turun naik.

Meremasnya dengan gemas. Sesekali tubuhnya terangkat untuk memberi kesempatan bibirnya mengulum dua puting ku yang menggoda itu. Aku mengerang dengan hebatnya. Sebuah percumbuan yang hebat ini mungkin baru kali ini aku alami seumur hidup ku

“Ooooohh….ooohh…uuuggh.Mas….aaaaah…Mas …aaaah” aku semakin meracau tak karuan. Tubuhku mulai tak kuasa kembali menahan kent*tan dahsyat ini. Aku terus meliuk di atas tubuh mas Pajang. Pantatku mengayun dengan irama yang semakin kacau. Dan, kedua tangan mas Pajang memegang rambut panjangku.

“Bagus, sayang…terus goyang…aaah…aaaah..kita sampai bareng, sayangku….hhhhmmpphh..”Mas Pajang pun merasakan penisnya mulai berkedut.

Sambil mencengkram keras pinggul ku. Mas Pajang membantu mempercepat kocokan dari bawah. Tubuh Mas Pajang mulai menegang. Dan sambil bangkit mendekap ku, mas Pajang mengeluh keras sambil tetap memeluk diriku,

Kemudian semua berlangsung dalam kebisuan, hanya napas yang terputus putus dan rintihan kenikmatan yang terdengar. Tubuhku terguncang oleh gelombang birahi yang menggelora. Mas Pajang tetap dalam posisi dibawahku sambil terus meremasi pinggulku yang bergoyang dengan dahsyatnya. Hingga semua menjadi senyap, dan membeku dalam kelelahan yang memabokkan.

" Kita telah berbuat dosa, bagaimana jika suamiku mengetahui hal ini...?" tanyaku tiba tiba aku menyesali perbuatan yang seharusnya tidak boleh terjadi ini.
Mas pajang hanya memandangiku dengan tajam, " Aku akan menikahimu...."
" Bagaimana dengan istrimu ....?"

"Itu soal nanti, sekarang kita lakukan saja apa yang kita mau....." Kemudian ia melakukan lagi setelah beristirahat hanya lima menit. Inilah yang bagiku sangat luar biasa, karena Mas Pajang benar benar seperti seekor banteng ketaton. Dan diriku dibuatnya tidak berkutik untuk melakukan perlawanan, karena aku telah terkulai saat ia masih beringas dan buas menerkam tubuhku, seakan akan hendak mencabik cabik seluruh dagingku .

Selajutnya kejadian seperti itu berlanjut terus, hingga beberapa bulan lamanya. Karena rumah kami saling berdekatan maka tak ada orang yang curiga, apalagi setiap hari istrinya berada di pasar maka aku dapat leluasa ke rumahnya kemudian melakukan permainan yang amat mengasikkan itu di rumahnya.

Tetapi sepandai pandai menyimpan bau busuk akhimya aromanya akan tercium pula. Bisik bisik tetangga muilai terdengar menyaksikan ketidak wajaran hubungan kami. Maka untuk menghindari segala kemungkinan buruk yang mungkin akan terjadi, kami berkencan hotel yang agak terpencil letaknya.

Sementara itu suamiku juga jarang di rurnah, menurutnya mendapatkan pekerjaan di sebuah tempat yang agak jauh dari rumah, sehingga ia sering menginap. Tentu saja hal ini malah menjadikan diriku semakin tenggelam dalam perselingkuhan dengan saudara misannya sendiri.

Hingga suatu hari aku dibuat terkejut saat baru keluar dari hotel dengan Mas pajang. Seorang familiku menyongsongku di pinggir jalan, selain ia menyesalkan apa yang telah kuperbuat dengan Mas Pajang ia juga memberitahu bahwa suamiku juga sedang berada di hotel sebelah dengan Maryamah. Tak ada kata kata yang dapat mewakili perasaanku pada waktu itu. Dan singkat cerita kasus ini langsung menjadi masalah besar.

Keibutan tak dapat dihindari lagi, dan ternyata suamiku dan Maryamah telah mengetahui perselingkuhanku sejak beberapa waktu lamanya, dan hal ini sengaja dilakukan oleh Maryamah dan Suamiku guna membalas sakit hatinya, Maryamah pula yang menunjukkan kepada suamiku di mana kami biasa melakukan perselingkuhannya.

Akhirnya kami sepakat untuk bercerai, Maryamah menikah dengan mantan suamiku dan aku menikah dengan Mas pajang. Semula hal ini dapat menyelesaikan masalah dan menyenangkan hatiku.

Tamat